Rindu itu dimulai sedetik sejak lambaian tanganku ke arah pesawat itu.
Rindu itu dimulai sekejap dari saat pesan “hati-hati” yang aku kirimkan.
Aku tidak pernah mengerti dengan rindu. Sebuah paradoks yang kompleks. Terlalu rumit untuk cinta yang sederhana ini. Jarak membuatku rindu padamu. Namun bertemu denganmu justru membuatku semakin rindu.
Jarak selalu memperparah malam-malamku. Prasangka itu sulit, sayang. Menahannya semalaman suntuk hanya meyakinkan diri tidaklah mudah. Percaya, tapi semuanya tidak semudah itu, karena bukan akulah yang sesungguhnya kamu tunggu.
Aku tak sanggup jika harus menahan jarak sekaligus menahan perasaan. Apalagi dengan jarak yang terbentang antara kita saat ini. Jarak yang sepertinya tak sanggup aku tempuh dengan berjuta kayuh sekalipun.
Jarak antara prasangka, menebak-nebak jika kamu memikirkan aku seperti aku memikirkan kamu. Tanpa ada dia.
Jarak antara tiga hati. Aku padamu. Kamu padanya.
Aku sedang menunggu lelah meremukkan tapal kaki ini hingga tak lagi berdiri di antara jarak ini. Entah kapan.
Memang benar katamu, jarak tak ada artinya bagi cinta. Dan kamu mungkin tak pernah menghadirkan cinta.
No comments:
Post a Comment